Tantangan Menulis Hari ke-2 (Batch 2)
Oleh: Bernardus Ari Kuncoro
Meminjam istilah kekinian mengenai pengelompokan generasi, maka ada group generasi Baby Boomers (lahir antara tahun 1946-1964). Generasi X (lahir antara tahun 1965-1980). Generasi Y atau Milenial (lahir antara 1981 – 1996). Dan, Generasi Z, yang merupakan generasi paling baru, lahir di antara tahun 1997 s.d. 2013.
Untuk sebaran jumlahnya di Indonesia, berdasarkan Sensus Penduduk 2020, generasi baby boomers sudah mulai ‘langka’ dengan proporsi 11.6%. Generasi X 21.88%. Generasi yang paling mayoritas alias Milenial di 27.94%. Generasi Z sebesar 21.88%. Sisanya lahir sebelum 1945 dan setelah 2013.
Well, mengingat ada keluhan yang sering kali saya dengar dari generasi yang lebih tua ke yang lebih muda dan sebaliknya, maka saya ingin membahas topik ini.
Sebagai contoh individu dari generasi Baby Boomer ke generasi Milenial. “Kids zaman now kok susah dibilangin, ya!” Sementara itu, generasi yang milenial menganggapnya demikian. “Orang tua tuh susah ngerti, ya! Aku nggak ngerti jalan pikir mereka.”
Ternyata ada lho, istilah efek ‘Kids These Days’ yang pernah muncul di tulisan ini. Efek tersebut merupakan tendensi generasi lebih tua yang merasa bahwa generasi lebih muda somehow lebih ‘buruk’ dibandingkan mereka saat muda.
Dalam tulisan tersebut dilaporkan adanya sebuah penelitian yang melibatkan online survey kepada 3,458 orang tua. Mereka yang lebih authoritarian akan cenderung menganggap kids zaman now memiliki tingkat kesopanan yang lebih rendah dibandingkan mereka saat menjadi anak-anak zaman dulu. Dari mereka yang sering baca, merasa anak-anak zaman sekarang kurang minat baca daripada mereka. Sedangkan orang tua yang merasa dirinya pandai (IQ tinggi) cenderung merasa anak zaman sekarang bodo-bodo alias kurang pandai.
Sebagai individu milenial yang juga pernah berhadapan dengan generasi lebih senior dan junior, saya merasakan hal yang serupa. Kadang saya yang merasa kids zaman now kurang tangguh. Baperan. Gampang menyerah. Sedangkan saya dianggap oleh orang yang lebih senior sebagai pribadi yang terlalu banyak ambil risiko. Berani banget pindah-pindah kerja. Apa sih yang dicari? Hehe.
Menurut saya, ini adalah satu hal yang menarik.
Saya tetap percaya bahwa suatu pandangan seseorang dibentuk dari data yang direkam dalam otak. Data-data itu direkam lewat panca indera kita. Organ mata yang menangkap data dari apa yang kita lihat. Organ telinga yang merekam suara-suara tertentu. Lidah. Kulit. Hidung. Dan, sebagainya. Jika data-data yang direkam lewat panca indera itu tidak cukup untuk memahami individu di lintas generasi, maka kesimpulannya akan bias.
Istilah zaman now adalah kurang jauh mainnya. Atau kurang variatif pergaulannya. Hanya dengan generasi-generasi itu saja. Hihi.
Sekarang saya makin mengerti. Jika ada orang yang gagal paham lalu merasa dirinya paling benar dan cenderung memaksakan kehendak, mau dia dari generasi manapun, bisa jadi datanya tidak cukup. Atau, justru datanya kebanyakan, sehingga prosesor otaknya perlu di-upgrade atau diservis.
Semoga Anda nggak usah superbaper kalau ada pernyataan ini: “Tuh kan, udah dibilangin nggak percaya!”
Siap-siap ambil gitar dan bikin lagu saja sesuai tips ini.
Tetapi kalau saya yang bilang seperti itu, mohon dimaafkan. Saya bisa saja kurang main.
Kalideres, 1 April 2021