TIDAK PERLU SEMPURNA UNTUK MENJADI MANUSIA

Tantangan Menulis Hari Kedelapan – Batch kedua

Oleh: Bernardus Ari Kuncoro

Jaga image. Pencitraan. Terlihat keren di luar. Padahal yang terjadi sebenarnya tidak bagus-bagus amat. Bahkan cenderung sebaliknya. Fenomena ini seringkali terjadi pada generasi Z atau Milenial muda yang aktif sekali di media sosial mempertontonkan hal-hal yang kece. Bahkan tidak sedikit yang mengorbankan apa saja untuk terlihat awesome di kamera.

Nggak heran produk skin care laris manis, karena membuat seseorang menjadi lebih estetis. Fitur filter di IG juga sering dipakai untuk menyembunyikan kekurangan.

Beruntung, lingkungan terdekat saya tidak banyak yang bertingkah layaknya aktor di panggung. Yang dituntut harus memiliki peran yang beda dari jati diri nya. Tidak ada yang ngomel kalau saya salah sedikit dalam bertindak atau berucap. Mereka rata-rata merengkuh ketidaksempurnaan.

Ngomong-ngomong, saya pernah ikut ekstrakurikuler teater saat saya duduk di bangku SMA belasan tahun lalu. Seru sekali, tetapi lumayan menyita energi. Apalagi harus ada preparation setiap kali latihan untuk menjalankan peran. Overall, kegiatan tersebut memberikan pelajaran berarti bagi saya. Bahwa bermain peran camacam, atau menjadi orang yang berbeda dari jati diri itu sulit. Apalagi citra yang dijaga itu tuntutan sosial yang harus serba perfect.

Untuk direnungkan. Kalau Anda maunya terlihat menarik, baik, dan cantik di depan orang lain, kenapa Anda tidak bisa berbuat demikian juga dengan orang terdekat Anda?

Di depan orang lain Anda bermulut manis, tetapi di belakang julid ke orang yang Anda anggap dekat. Mana bisa orang-orang akan respect?

Jujur saya bingung. Apa sih yang dicari oleh orang-orang yang mau terlihat sempurna? Padahal semua tahu bahwa manusia pasti ada sisi ketidaksempurnaannya. It’s OK not to be OK. Balik-balik lagi deh, Drakor. Hihi.

Kalideres, 7 April 2021

Wanna support me?

Follow by Email
LinkedIn
Share