Tantangan Menulis Hari ke-194
Oleh: Bernardus Ari Kuncoro
Rabu abu. Kok ya pas, ya? Hari ini jenazah papa mertuaku dikremasi. Sesuai permintaan beliau, jika nanti ‘berpulang’, maunya demikian.
Ingat sekali aku di masa-masa kritisnya, saat aku mengantar beliau ke rumah sakit pada 15 Januari 2021. Gas dan rem aku orkestrasikan agar lekas sampai tujuan. Jumat itu kutinggalkan tugas-tugas dan pekerjaan.
Sejak saat itu segala upaya kami lakukan. Pada 16 Januari pindah rumah sakit. Tempat yang rutin beliau biasa pakai untuk hemodialisa. Namun malam harinya tidak bisa pulang. Harus rawat inap.
Sejak saat itu situasi makin sulit diprediksi. Aku ambil bagian menjaga ananda di rumah, sebagai pemasok dan pengambil makanan serta pakaian bagi mama dan istri. Mengapa? Mengingat mereka beristirahat di hotel seberang rumah sakit dengan alasan praktis. Kalau-kalau dipanggil perawat, ya tinggal nyeberang.
Dalam perawatannya di rumah sakit, papa sempat keluar masuk ICU 2 kali. Bahkan sempat dinyatakan bisa pulang pada 31 Januari, namun hanya semalam saja di rumah. Keesokan harinya pada 1 Februari, beliau kembali lagi berjuang di ICU. Keluhan sesak napas.
Siang itu pukul dua belas. Seorang driver dari Ukrida, Pak Ferry, datang untuk mengantar kembali ke RS dan membawa tabung oksigen.
Semalam di rumah sakit. Aku tidak tahu pasti apa yang terjadi, karena hanya dikabarin lewat WA oleh istri.
Singkat cerita dini hari pada 2 Februari 2021 ventilator dipasang.
Masih ada kesempatan. Dari hari ke hari, kata tim dokter ada trend tanda-tanda perbaikan. Namun kami keluarga tidak bisa berbuat apa-apa lagi pada Senin 8 Februari 2021. Kadar Hb drop tiba-tiba dan mesti dipacu jantungnya.
Beliau berpulang pada tanggal tersebut pada pukul 3.
Rabu itu, hari ketiga setelah beliau wafat, tepat pukul tiga pula, papa menjadi abu. Seperti awal mula Tuhan menciptakan manusia.
Terima kasih papa, semoga nyanyian Saved by Grace tadi menyenangkanmu. Aku akan terus jaga kekasih-kekasih hatimu: mama, anakmu, dan cucumu.
Sugeng tindak.
Kalideres, 10 Februari 2021