Tantangan Menulis Hari Ke-27 Batch Kedua
Oleh: Bernardus Ari Kuncoro
Disclaimer: Tulisan ini adalah hasil pengalaman nyata penulis saat jual mobil bekas. Di dalamnya terdapat pula opini dan perasaan bergejolak, meskipun sudah diusahakan tidak hiperbolis. Bisa saja ini tidak relevan dengan Anda. Jadi, tetaplah skeptis!
Pertengahan April 2021. Si Putih Toyota Agya TRD Sportivo Bensin yang dibeli hampir tujuh tahun silam beberapa hari ini terlihat sangat seksi. Putih kinclong, habis dipoles dari salon. Siap-siap saya jual, sambil menimbang-nimbang pilih cara yang mana. Pakai cara tradisional atau cara instan.
Cerita sekilas tentang sejarah Si Putih. Pada 2014 kami beli gress pada angka 110 juta. Saya ingat betul papa mertua (Almarhum) yang mengusulkan untuk membeli satu lagi unit alat transportasi. Mengapa? Ya, karena butuh. Mengingat saya pakai untuk berkendara ke kantor di bilangan Jakarta Selatan. Satunya lagi untuk istri melayani pasien di Rumah Sakit atau mengajar di Universitas.
Lantas, dua pilihan saya kala itu jatuh pada Brio atau Agya. Akhirnya saya pilih Agya karena mau mencoba merek selain Honda, mengingat dua mobil yang sempat saya rawat sebelumnya saat itu adalah Honda City (2008) dan Honda Mobilio e-CVT(2014). Entah kenapa, saya kok merasa happy dengan Honda. Pengalaman pertama membeli mobil di Manila pada 2011, kesan kece badai priyayi pada Honda City memang susah hilang dari hati.
Jujurly, seminggu ini saya merasa ogah-ogahan untuk jual, karena memang banyak memori. Salah satunya adalah menjadi saksi bisu lagu ini tergubah ketika melewati jalanan padat nan merayap sore hari pulang kantor. Pernah di awal-awal menginjakkan gas dan rem Si Putih di belantara jalanan Jakarta, saya pe-de sekali untuk mencari jalan alternatif saat pulang kantor. Namun, akhirnya terjebak dalam suasana ‘pasar kaget’ di sekitaran Central Park, Tanjung Duren. Kejadian ini tidak hanya sekali. Tetapi dua atau tiga kali. Sampai pada akhirnya saya menyerah. Tidak lagi lah cari jalan lain. Ujung-ujungnya lebih lama.
Apalah artinya memori itu kalau ujung-ujungnya menggendoli masa depan dan masa kini? Setelah seminggu merenung dan memandang Si Putih seksi, saya pun berkomitmen untuk jual. Papa mertua juga meninggalkan Honda City. Beda kelas lah, ya rasa berkendara antara Agya vs City (Sedan)? Hihi.
Saya akhirnya memilih cara jual secara instan lewat olx auto (Dulu Belimobilgue.co.id). Mengapa? Mengingat pandemi. Saya malas negosiasi dengan berbagai pihak. Kalau saya jual ke lingkaran pertemanan, agak riskan kalau ada hal-hal yang tidak beres dengan mobil. Ujung-ujungnya merasa guilty dan harus ngasih garansi.
Well, ada kurang lebih 4 langkah. Apa saja?
- Booking kunjungan lewat olx.co.id, pilih Anda dikunjungi di rumah atau Anda sendiri yang ke store. Saya pilih ke store pada jadwal yang sudah ditentukan.
- Mobil diinspeksi selama 1.5 jam
- Keluar harga, saya bisa negosiasi
- Selama 30 menit akan ditawarkan ke rekanan sejumlah 2000-an. Jika terjual, langsung ditransfer ke rekening saya, dan saya mendapatkan dokumen penjualan untuk blokir kepemilikan. Namun, jika tidak terjual ada garansi 3 hari untuk pulang tanpa inspeksi. Anda sambil bisa mikir-mikir menurunkan harga.
Pada langkah ketiga, Anda harus mulai keluarkan jurus seni berjualan Anda. Kenapa? Karena Anda mesti lihai membandingkan harga di pasaran. Jangan seperti saya yang akhirnya memberi harga terlalu murah.
Mengapa akhirnya saya tahu harga saya terlalu murah? Setelah saya cek plat nomor saya dua hari setelah penjualan di Samsat, https://samsat-pkb2.jakarta.go.id/, terlihat bahwa harganya terpaut sangat signifikan. Di situ tertulis harga 27,7% lebih mahal dari yang saya dapatkan.
Gigit jari? Nggak sih. Cukup asal tahu saja. Lain kali saya mesti hati-hati untuk pasang harga. Anda juga, ya!
Eaaaa, daripada jadi ganjalan, saya akan buat soal matematika dari problematika ini. Akan tersedia di tulisan selanjutnya.
Kalideres, 26 April 2021