Tantangan Menulis Hari ke-195
Oleh: Bernardus Ari Kuncoro
Siang menjelang sore. Aku, istri, dan mama menggelar rapat keluarga. Bersama kakak kami yang berada di Singapura lewat Zoom. Di tengah-tengah kegiatan tersebut, seorang dokter yang kami undang telah datang. Untuk melakukan tes, yaitu swap antigen.
Di depan halaman rumah, mama diuji duluan. Satu lubang hidung ‘dicolok’ dan ‘dipuntir’ dengan sebuah alat mirip dengan curek kuping. Kenapa satu lubang saja? Karena lubang yang lain sudah pernah diambil sampel.
Sementara aku juga ikutan. Biar hasilnya kelihatan. Ditawarin dua lubang hidung dicolok atau hanya satu. Aku pilih dua. Simply biar seimbang. Proses hanya kurang dari sepuluh detik. Rasanya seperti hidung kemasukan air. Waktu zaman-zaman aku belum bisa berenang.
Penasaran dengan hasilnya langsung. Agak deg-degan. Bikin jantungan.
Puji Tuhan, setelah kira-kira lima belas menit, alat uji terlihat hanya segaris. Artinya memang belum ada antigen, alias negatif. Padahal dulu kalau menguji kehamilan istri dengan sampel urine, penginnya positif. Sekarang konotasinya berubah. Kalau positif malah bikin pucat dan gawat.
Diluruskan oleh dokter Angel, bahwa sebenarnya hasil dari swab antigen ini ada dua. Yaitu reaktif dan non reaktif. Jika reaktif, terlihat dua strip, mesti lanjut ke PCR. Kalau non reaktif ya sudah. Tidak perlu lanjut ke test selanjutnya.
Hmmm, aku jadi penasaran dengan keakuratannya. Anda sudah pernah? Atau justru malah setiap hari di-swab?
Kalideres, 11 Februari 2021