YUK, MOVE ON!

Tantangan Menulis Hari ke-192

Oleh: Bernardus Ari Kuncoro

Karena kami punya anak kecil usia lima tahun, beberapa sudut-sudut rumah ‘terpenuhi’ mainan. Mulai dari miniatur rumah, alat lukis, pita-pita, boneka, sampai lego.

Aku perhatikan, usia 4 vs 5 tahun ini terasa benar bedanya. Rasa ingin tahunya meningkat. Pesat. Seolah-olah semuanya ingin diketahui dan ‘dimiliki’.

Seringkali ada keadaan di mana dia sulit untuk berbagi barang. Barang yang pernah dihadiahi dan sudah tidak menarik untuknya sukar diberikan kepada yang lain. Baju yang sudah sempit saja ‘belum’ mau didonasi olehnya. Masih ingin disimpan. Mungkinkah dia tahu akan ada adik perempuan ya saat Tuhan berkenan? Hihi.

Hal ini membuatku berpikir. Bagaimana ya cara membuat anak ini tidak overthinking tentang berbagi? Tetapi dengan cara yang logis dan benar. 

Aku kembali merunut bagaimana pola pikirku bisa nyantai untuk memberi. Di samping itu, jika aku diberi, aku pun tidak terlalu ambil pusing untuk tetap menyimpan atau ngelungsurke kepada yang lebih membutuhkan. 

Yang terpikir olehku sekarang adalah ‘mencontohkan’ hal-hal baik tentang berbagi. Supaya sifat berdermanya lekat. Di sisi lain, sifat mengelola dan merawat barang pemberian juga kuat. Tentunya dengan porsi yang pas. Tidak berlebihan, atau tidak pokil alias pelit.

Sebagai bahan renungan. Coba rasakan sejenak setelah membaca. Mulai dari kalimat ini. 

Ada orang memberi hadiah. Berupa barang. Tentunya, yang dipikirkan oleh si pemberi adalah bagaimana dia bisa menyenangkan yang diberi. Ada rasa kebanggaan jika barangnya digunakan.  Karena telah dipikirkan baik-baik agar bisa berguna bagi si penerima. Tetapi pernahkah Anda terlintas kisah selanjutnya? 

Jika barang yang diberi ini tidak berguna lagi bagi si penerima bagaimana? Si pemberi apakah akan tersinggung, jika barang tersebut diberikan kepada yang lebih membutuhkan? 

Coba dipikirkan lagi. 

Aku rasa juga tidak. Alih-alih nggresulo, mereka pasti akan paham. 

Saya mikir lagi. Yang sudah diberi ya berarti milik si penerima. Masak kita mau nagih baju usia 5 tahun masih bisa dipakai atau tidak kepada anak usia 17 tahun? Kalau sudah sempit, ya biarkan dia berpikir dia mau diapakan. Mau jadi lap kain perca atau diberikan ke keponakannya OK kan? 

Akan jadi beban juga kalau aku lihat baju itu masih tersimpan. Mending kalau rapi. Kalau acakadut berantakan menuh-menuhin rumah atau unit apartemen kecil, bagaimana? Oooops… maaf. Bukan maksud merundung atau curhat.  

Makanya sekarang lagi trend minimalis arahan Kakak Marie Kondo. Meskipun kalau berlebihan akan jadi beban. Ada juga tayangan bertemakan hoarder. Sulit move on dari kenangan lama. Ruang gerak di rumah jadi sulit. Pengumpul barang menangis. Dan, drama tangisnya menjadi emosional bin ‘menjual’. Padahal bukankah viva lavida dan menyongsong masa depan lebih prioritas? 

Yuk, move on

Kalideres, 8 Februari 2021

Wanna support me?

Follow by Email
LinkedIn
Share