Pada tanggal 9 dan 10 Agustus 2017 lalu saya berkesempatan untuk berkunjung ke Tech in Asia Product Development Conference 2017 (TIA PDC 2017) yang diselenggarakan di Balai Kartini, Jakarta. Perusahaan tempat saya bekerja membelikan tiket untuk saya, sehingga kesempatan ini saya gunakan sebaik-baiknya untuk membuka wawasan tentang teknologi terkini yang diaplikasikan beberapa perusahaan-perusahaan start-up di Indonesia.
Acara ini mengetengahkan sesi-sesi bicara yang dibagi langsung menjadi beberapa topik. Ada topik tentang User Interface (UI) / User Experience (UX), Product Management, Web Development, Mobile Apps Development, Cloud Infrastructure, Data Analytics, dan Special topic. Masing-masing topik sudah dibagi sedemikian rupa di masing-masing ruangan, sehingga para pengunjung bisa memilih topik mana yang menarik. Saya kebanyakan memilih topik tentang cloud and infrastructure di hari pertama dan tentunya, data analytics di hari kedua. Selain sesi-sesi bicara, beberapa booth memamerkan produk-produk dan layanan-layanan digital yang patut untuk diperhitungkan di masa depan sebagai perusahaan besar Indonesia, seperti Kudo, Bukalapak, Bang Joni, 3Dolphins, Doku, Jubelio, Kofera, dll.
Berikut ini adalah daftar sesi speech yang saya ikuti di hari pertama.
10:30: Serverless: the Future of Software Architecture
By: Jason Wihardja, Software Architect Bizzy Indonesia.
Kurang lebih, Jason berbicara tentang arsitektur software yang saat ini bisa sangat mudah dan cepat dilakukan dengan cloud. Dia memberikan demo cara membuat email server yang serverless dengan memanfaatkan layanan Amazon Web Service (AWS). Tidak ada yang baru dari speech ini menurut saya, karena topik ini sebenarnya bisa dengan mudah dicari di internet. Namun, key take away dari speech ini adalah definisi dari serverless. Serverless merupakan salah satu bentuk layanan yang posisinya di antara PaaS (Platform as a Service) dan Software as a Service (SaaS), di mana layer aplikasi masih dimanage oleh Anda sebagai engineer. (Lihat slide 5 dan 6). Slide-nya bisa didownload di sini.
Alasan saya ikut ini adalah karena Didit merupakan kawan saya di Elektro ITB 2004. Lumayan lama saya tidak ketemu, tetapi saya sering keep in touch dengannya di FB dan Twitter. Well, topiknya menurut saya sangat teoretis ke ilmu komputer. Yap, as seen in the title: Functional Programming. Yang saya ingat dari penjelasannya, Didit memberikan analogi cara membuat mi rebus dengan membandingkan antara imperative programming dengan functional programming. Functional programming ini memiliki beberapa keuntungan yaitu meminimalisasi error debugging dan memudahkan untuk melakukan unit test, akan tetapi kelemahannya adalah susahnya digunakan dalam pemrograman yang memiliki state, yang biasa dipakai dalam pembuatan aplikasi game. Well said, Dit. Slide-nya bisa didownload di sini.
Yang paling saya ingat, Natali sebagai CTO Tiket.com berpesan agar para audience untuk tetap konsisten ngoprek. Sebagai CTO dia harus tahu apa yang anak buahnya kerjakan. Supaya tahu, ya dengan ngoprek itulah. Dia juga bercerita bahwa timnya membangun Tiket.com dari nol, sehingga sangat merasakan bagaimana harus memilih tool-tool agar tidak membebani cost. Perhitungan dilakukan dengan teliti dan seksama.
14:00 Saya tidak ikut lagi, mesti mengerjakan beberapa tugas kantor. Thanks to colokan listrik yang tersedia di samping stand orang jualan makanan dan wifi gratis. 😀
Di hari kedua, saya mengikuti sesi data analytics. Nah ini dia, sesuai dan pas dengan bidang yang saya geluti.
13:30 Data Science to Solve Business Challenge
By: Lourencius Christian Angkasa. Head of Data, VP of Kudo.
Cerita sedikit OOT, saya sampai di Balai Kartini sangat “in time”, sehingga masuk ke ruangan agak terlambat. Presentasi sudah dimulai sekitar 10 menit dan saya tidak kebagian tempat duduk. Penuh banget yang nonton. Oiya, bagi yang belum tahu Kudo itu apa, bisa dilihat websitenya di sini. Lourencius bercerita tentang bagaimana data Kudo itu datang, disimpan, diproses, dibikin data mart, dan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga bisa digunakan. Dia juga berbagi pengalaman mengenai hambatan-hambatan yang dihadapi di Kudo dan bagaimana cara mengatasinya. Jargon yang saya ingat adalah PPT (People, Process, and Technology). Sayangnya, slide nya tidak bisa diunduh di slido seperti yang dibilangin sama host-nya.
14:15 Making Data Actionable,
By: Budiman Rusly, Head of Data Analytics KMK Online
Terus terang saya agak kurang tertarik dengan topik ini, karena yang dibicarakan adalah rule of thumb yang sebenarnya bisa dicari di buku. Apa saja itu rule of thumb untuk membuat data itu actionable? Budi menjelaskan tiga langkah Mulai dari sketch and visualize data, berkomunikasi efektif dengan data, dan understanding data and chart. Urutannya agak kurang pas menurut saya. Namun, saya dapat informasi bahwa yang Budi bicarakan di sini berasal dari dua referensi buku yang sepertinya layak untuk dibaca. Buku yang dimaksud adalah Beautiful Evidence karya Edward Tufte dan Now You See It karya Stephen Few. Slide bisa diunduh di sini.
15:00 Planning Your Analytics Implementation,
By Bachtiar Rifai, CEO of Kofera Technology
Tidak jauh beda dengan presentasi sebelumnya, saya agak kurang tertarik dengan presentasi ini. Bachtiar menjelaskan teori bagaimana membuat rencana analitik. Sebenarnya inti dari presentasi ini adalah kita harus mulailah mengolah data, meskipun dengan use case yang sederhana. Di tengah-tengah presentasi saya beli cappucino, mungkin karena mata saya sudah lelah.
15:45 Building Data Foundations and Analytics Tools Across The Product,
by Crystal Widjaja, VP of Business Intelligence GO-JEK
Balik lagi ke ruangan dengan semangat membara setelah minum capuccino.
Well, awalnya saya kira Crystal ini adalah seorang laki-laki. Tetapi setelah melihat dengan mata kepala sendiri, dia ternyata adalah seorang perempuan. Umurnya masih muda dan terlihat sangat techy. Sepanjang presentasi dia mampu memberikan penjelasan yang menurut saya, amat sangat mumpuni dan membumi untuk bidang Business Intelligence yang biasanya didominasi kaum Adam. Yap, pembicara Crystal menjadi bintang saya hari ini. Slide lengkapnya bisa diunduh di sini.
Crystal mengawali presentasinya dengan bercerita tentang dirinya. Ia mulanya direkrut pada 2015 sebagai orang data pertama oleh GO-JEK. Di awal masa kerjanya, dia mengerjakan data dictionary yang tabel referensinya tidak ada. Sebuah pekerjaan yang menurutnya agak membosankan. Di masa itu pula sering sekali pula investor melontarkan pertanyaan-pertanyaan kepada GO-JEK, yang menuntut query data yang sulit dan bahkan lama. Infrastrukturnya belum memadahi kala itu. Ditambah lagi, masing-masing divisi memiliki definisi yang berbeda-beda mengenai parameter-parameter yang ditanyakan. Khusus untuk ini, dia mencontohkan pertanyaan yang sederhana: Berapa jumlah driver GO-JEK yang full time. Dalam best practice nya, untuk menjawab pertanyaan tersebut tim BI memberikan factual data sheet. Tentang definisi siapa itu driver GO-JEK yang full time, terserah mereka yang akan memanfaatkan data, tim BI tidak turut campur untuk berdebat.
Kembali lagi masalah infrastruktur data, dia dan tim berpikir untuk membuat layer-layer atau stack-stack yang diperlukan agar bisa scalable. Kurang lebih apa yang dipresentasikan Crystal sama dengan Natali, yaitu dia berbagi tool-tool apa yang digunakan di Gojek. Hanya saja, tool-tool yang disharing oleh Crystal tentu saja tool-tool untuk Business Intelligence, sedangkan Natali adalah tentang Infrastruktur IT baik di on premise maupun di cloud. Tool yang saya ingat untuk menyelesaikan pertanyaan yang membutuhkan data faktual adalah “metabase”. Sebuah tool open source yang memungkinkan pengguna bisa login dan swa-layan untuk ambil data.
Saat ini Crystal membawahi 30 Business Analyst dan 4 orang Data Engineer. Di sesi tanya jawab, Crystal juga bilang bahwa alasan dia kembali ke Indonesia adalah karena Indonesia masih memiliki kesempatan untuk tumbuh.