Tantangan Menulis Hari ke-82 Batch Kedua
Oleh: Bernardus Ari Kuncoro
Hari Minggu pagi. Suasana agak gloomy seperti kemarin. Matahari tidak terlalu tampak dari ufuk timur. Hanya awan-awan kelabu yang menghiasi langit. Membuat selimut ingin ditarik lagi. Demi menghangatkan body.
Saya mencoba melawan kegamangan pagi ini dengan berpikir. Tentang negara. Haish, berat, boy!
Apa itu? Pikiran saya terpantik dari perkataan bu Sri Mulyani Indrawati, Menkeu Indonesia dalam cuplikannya video ini.
“Saya pernah tinggal di Amerika cukup lama. Terus saya lihat, orang kalau di negara maju tuh seperti apa sih kayaknya makan paginya sama, sekolah juga sama, gak lebih pintar dari kita, negaranya sama aja. Kenapa kok dia bisa disebut negara maju dan kita negara berkembang? Kalau saya perhatiin, sistemnya adalah mereka tuh asetnya kerja keras, orangnya kerja biasa-biasa aja. Kalau di republik kita, orang kerja keras banget, asetnya tidur-tidur aja. …
Sri Mulyani Indrawati
Apa sih yang menjadi perbedaan antara negara maju dan negara berkembang?
Beliau berkata bahwa negara maju itu sebagian besar orang punya pola pikir setiap ada aset, diusahakan agar tetap tumbuh. Tidak mengendap. Mengapa? Setiap ada uang, diusahakan invest. Setiap ada property atau tanah, diusahakan agar memiliki nilai bisnis. Apa intensi dibalik itu? Mereka ingin agar yang bekerja adalah asetnya. Bukan orangnya. Mereka leha-leha.
Sementara itu, di Indonesia, sebagian besar punya mindset agar waktu dipakai untuk bekerja keras. Duit dikumpulin, tetapi menganggur saja. Bahkan masuk tabungan yang bunganya jauh di bawah inflasi. Fokusnya masih mencari dan mencari kekayaan, bukan bagaimana mengelola keuangan agar hidup lebih bebas, sesuai dengan keinginan.
Mudah-mudahan perkataan bu SMI ini mulai salah. Coba, Anda lihat di YouTube, banyak anak muda Indonesia punya pengetahuan finansial yang cukup baik. Sebut saja Jonathan End, Ligwina Hananto, Prita Ghozie, dan Felicia Tjiasaka.
Mereka tidak hanya mulai berpikir berinvestasi, tetapi membagikan pengalaman mereka sesuai dengan keberterimaan audience anak muda. Misi dibalik itu apa? Agar mereka tidak hanya sukses sendirian. Tetapi bersama-sama.
Ibarat kata, anak-anak Indonesia mesti tahu kapan jadi ‘pelit’. Alias menahan diri. Mengerti kapan bisa menjadi ‘dermawan’. Supaya bisa tetap menjadi bagian dari komunitas yang tepa selira.
Di balik itu semua mereka bisa memahami bagaimana menjadi orang yang not too worry dengan problematika keuangan.
Oiya, satu lagi. Bagi yang baru mulai bekerja, setelah belasan tahun di bangku sekolah dan kuliah, investasi terhadap pengembangan diri itu jauh lebih penting. Tetapi nanti, porsi-nya mulai dikurangi untuk mengembangkan orang lain. Untuk regenerasi.
Semoga bermanfaat!
Sumber: